Rabu, 21 Maret 2012

Perbedaan Kekuasaan dan Wewenang


Perbedaan Kekuasaan dan Wewenang

Pengertian kekuasaan
Sebelum kita mengupas permasalahan yang berkaitan dengan kekuasaan kita perlu mengkaji dulu pengertian kekuasaan secara umum. Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah lakunya seseorang atau kelompk lain, sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu. Gejala kekuasaan ini adalah gejala yang lumrah terdapat dalam setiap masyarakat, dalam semua bentuk hidup bersama.
Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan, dalam arti bahwa satu pihak yang memerintah dan ada pihak yang diperintah. Satu pihak yang memberi perintah dan satu pihak yang mematuhi perintah. Tidak ada persamaan martabat, selalu yang satu lebih tinggi daripada yang lain dan selalu da unsur paksaan dalam hubungan kekuasaan.
Salah seorang filsof yang menaruh perhatian intensif pada konsep kekuasaan adalah Machiavelli. Machiavelli hidup di Florence, Italia, pada Abad XVI (1469-1527) pada masa di mana perubahan besar yang menyertakan konflik tengah terjadi. Perubahan besar itu disebabkan oleh karena rumitnya nilai-nilai Abad Pertengahan yang ketika menyediakan iklim hirarki yang begitu kental, “ketertiban-yang menakutkan”, sampai dengan persoalan penyalahgunaan doktrin katolik guna kepentingan segelintir aktor sebagai akibat dari gelombang resistensi protestanisme yang sangat besar.
Machiavelli memanfaatkan situasi masa lampau itu (buruknya citra penguasa Abad Pertengahan) dengan menuangkan idenya tentang kekuasaan dalam bukunya, II Principle tersebut kini (dan pada masanya) sangat monumental sekaligus klasik yang membahas cara pandang kekuasaan dalam pendekatan yang sama sekali berbeda dengan pemahaman-pemahaman orang-orang pada Abad Pertengahan. Walau ia menitikberatkan konsep kekuasaannya pada kekerasan di mana menurutnya, para penguasa yang tidak setuju menggunakan kekerasan dalam aktivifas dalam berpolitik tidak akan memperoleh kekuasan yang optimal atau bahkan akan kehilangan kekuasaan yang dimilikinya. Namun, hasilnya pada bagian lain menerangkan bahwa penggunaan kekerasan yang terlalu berlebihan pun akan mengakibatkan konsekuensi yang negatif bagi penguasa itu sendiri. Karena itu, selain menebar ketakutan ia pun harus mampu menebar charisma bagi actor lain (individu maupun kelompok), sehingga, menurutnya lebih lanjut penguasa tidak hanya harus mampu menjadi seekor “serigala” tetapi juga ia musti mampu menjadi seekor “rubah”. Tapi ide lain yang begitu berbeda dengan zaman sebelumnya adalah, Machiavelli menggagas bentuk negara modern. Ia rnengatakan bahwa republik adalah bentuk negara yang cocok bagi negara-negara modern; yang sama sekali berbeda dengan rezim Monarki Absolut (seperti yang mengada pada Abad pertengahan). Dalam perspektifnya, Negara Republik adalah negara yang didasarkan atas kesepakatan bersama. Dalam bentuk ini (konsep kesepakatan bersama atau kemudian dikenal dengan istilah kontrak social, misalnya, gagasan Machiavelli diterima sangat luas oleh penerus-penerus pemilihannya, diantaranya adalah: Jean Jacques Rousseau, Alexander Hamilton, James Madison dan lain-lain. Lanjutnya, bentuk Negara Republik tidak menyediakan ruang yang sangat luas bagi kekuasaan absolut. Tetapi kekuasaan tersebar kepada diri-diri individu yang berdaulat, seperti juga yang disampaikan oleh Gene Sharp dalam bukunya The Politics of Nonviolent Action (1973).
Melalui gambaran tersebut di atas, secara tidak langsung, kita akan mendapat gambaran bahwakekuasaan selalu melekat pada negara. Lebih khusus lagi kekuasaan identik dengan penyelenggaraan negara yakni : pemerintah. Pemerintah dapat membuat kita mentaati apa-apa yang diminta olehnya. pemerintah membuat aturan, regulasi, dan produk hukum lainnya dalam rangka mengatur perikehidupan warga negaranya.
Kekuasaan seperti halnya “cinta” merupakan kata yang tidak pernah bosan-bosannya dipakai dalam pembicaraan sehari-hari. Ia mudah dipahami secara intuitif, tetapi jarang di definisikan. Dalam pengertian yang paling umum, kekuasaan mengacu kepada suatu jenis pengaruh yang dimanfaatkan oleh si objek, individu, atau kelompok terhadap yang lainnya. Seperti yang dikemukakan Dahl dalam artikel penelitiannya pada International Encyclopaedia of the Social Science (dalam Roderick Martin: 70) mengatakan bahwa istilah kekuasaan dalam ilmu sosial modern adalah “mengacu kepada bagian perangkat hubungan diantara satuan-satuan social seperti pada perilaku satu atau lebih satuan yang dalam keadaan tertentu tergantung kepada perilaku satuan-satuan yang lain”.
Kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan pengaruh pada orang lain; artinya
kemampuan untuk mengubah sikap atau tingkah laku individu atau kelompok. Kekuasaan juga
berarti kemampuan untuk mempengaruhi individu, kelompok, keputusan, atau kejadian.
Kekuasaan tidak sama dengan wewenang, wewenang tanpa kekuasaan atau kekuasaan tanpa
wewenang akan menyebabkan konflik dalam organisasi.
Secara umum ada dua bentuk kekuasaan:
1. Pertama kekuasaan pribadi, kekuasaan yang didapat dari para pengikut dan didasarkan
pada seberapa besar pengikut mengagumi, respek dan terikat pada pemimpin.
2. Kedua kekuasaan posisi, kekuasaan yang didapat dari wewenang formal organisasi.
Kekuasaan berkaitan erat dengan pengaruh (influence) yaitu tindakan atau contoh tingkah laku
yang menyebabkan perubahan sikap atau tingkah laku orang lain atau kelompok.
Kekuasaan tidak begitu saja diperoleh individu, ada 5 sumber kekuasaan menurut John Brench
dan Bertram Raven, yaitu :
1. Kekuasaan menghargai (reward power)
Kekuasaan yang didasarkan pada kemampuan seseorang pemberi pengaruh untuk memberi
penghargaan pada orang lain yang dipengaruhi untuk melaksanakan perintah. (bonus sampai
senioritas atau persahabatan)
2. Kekuasaan memaksa (coercive power)
Kekuasaan berdasarkan pada kemampuan orang untuk menghukum orang yang dipengaruhi
kalau tidak memenuhi perintah atau persyaratan. (teguran sampai hukuman).
3. Kekuasaan sah (legitimate power)
Kekuasaan formal yang diperoleh berdasarkan hukum atau aturan yang timbul dari pengakuan
seseorang yang dipengaruhi bahwa pemberi pengaruh berhak menggunakan pengaruh
sampai pada batas tertentu.
4. Kekuasaan keahlian (expert power)
Kekuasaan yang didasarkan pada persepsi atau keyakinan bahwa pemberi pengaruh
mempunyai keahlian relevan atau pengetahuan khusus yang tidak dimiliki oleh orang yang
dipengaruhi. (professional atau tenaga ahli).
Noviyanto, ST Halaman 2
5. Kekuasaan rujukan (referent power)
Kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok yang didasarkan pada indentifikasi
pemberi pengaruh yang menjadi contoh atau panutan bagi yang dipengaruhi. (karisma,
keberanian, simpatik dan lain-lain).
Pengertian kekuasaan menurut para ahli :
  • Dahl (1957) menyatakan bahwa ”A memiliki kekuasaan atas B sehingga A dapat meminta B melakukan sesuatu yang tanpa kekuasaan A tersebut tidak akan dilakukan B”. Definisi ini menyempitkan konsep kekuasaan, juga menuntut seseorang untuk mengenali jenis-jenis perilaku khusus.
  • Riker (1964) berpendapat bahwa perbedaan dalam kekuasaan benar-benar didasarkan pada perbedaan kausalitas (sebab-akibat). Kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan pengaruh, sedangkan alasan adalah penggunaan pengaruh yang sebenarnya.
  • Russel (1983) menyatakan bahwa power (kekuasaan) adalah konsep dasar dalam ilmu sosial. Kekuasaan penting dalam kehidupan organisasi, dan bahwa kekuasaan dalam organisasi terikat dengan status seseorang.
  • Boulding (1989) mengemukakan gagasan kekuasaan dalam arti luas, sampai tingkat mana dan bagaimana kita memperoleh yang kita inginkan. Bila hal ini diterapkan pada lingkungan organisasi, ini adalah masalah penentuan di seputar bagaimana organisasi memperoleh apa yang dinginkan dan bagaimana para pemberi andil dalam organisasi itu memperoleh apa yang mereka inginkan. Kita memandang kekuasaan sebagai kemampuan perorangan atau kelompok untuk mempengaruhi, memberi perintah dan mengendalikan hasil-hasil organisasi.

Pengertian wewenang
·         Wewenang (authority)
Adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan tertentu. Wewenang merupakan hasil delegasi atau pelimpahan wewenang dari atasan ke bawahan dalam suatu organisasi.Dua pandangan yang saling berlawanan tentang sumber wewenang, yaitu:
1.Teori formal (pandangan klasik) Wewenang merupakan anugrah, ada karena seseorang diberi atau dilimpahi hal tersebut. Beranggapan bahwa wewenang berasal dari tingkat masyarakat yang tinggi. Jadi pandangan ini menelusuri sumber tertinggi dari wewenang ke atas sampai sumber terakhir, dimana untuk organisasi perusahaan adalah pemilik atau pemegang saham.
2.Teori penerimaan (acceptance theory of authority)
Wewenang timbul hanya jika dapat diterima oleh kelompok atau individu kepada siapa wewenang tersebut dijalankan. Pandangan ini menyatakan kunci dasar wewenang oleh yang dipengaruhi (influencee) bukan yang mempengaruhi (influencer). Jadi, wewenang tergantung pada penerima (receiver), yang memutuskan untuk menerima atau menolak.
Kekuasaan sering dicampur adukkan dengan wewenang, padahal keduanya berbeda. Bila wewenang adalah hak untuk melakukan sesuatu, maka kekuasaan adalah kemampuan untuk melakukan hak tersebut.
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi individu, kelompok, keputusan atau kejadian. Wewenang tanpa kekuasaan atau kekuasaan tanpa wewenang akan menyebabkan konflik dalam organisasi.
·         Ada dua pandangan yang menjelaskan wewenang formal (resmi):
·         1.      Pandangan klasik (classical view)
·         Wewenang datang dari tingkat paling atas, kemudian secara bertahap diturunkan ke tingkat yang lebih bawah
·         2.      Pandangan penerimaan (acceptance view)
·         Sudut pandang wewenang adalah penerima perintah, bukannya pemberi perintah. Pandangan ini dimulai dengan pengamatan bahwa tidak semua perintah dipatuhi oleh penerima perintah. Penerima perintah akan menentukan apakah akan menerima perintah atau tidak
·          Menurut Chester I. Bernard seseorang akan memenuhi perintah apabila dipenuhi empat kondisi
·         berikut:
·         -          Dia dapat memahami komunikasi
·         -          Dia percaya bahwa perintah tersebut tidak bertentangan dengan tujuan organisasi
·         -          Perintah tersebut tidak bertentangan dengan kepentingan secara keseluruhan, dan
·         -          Secara fisik dan mental mampu menjalankan perintah tersebut


Tidak ada komentar:

Posting Komentar