Definisi Peraturan dan Regulasi
Peraturan
merupakan sesuatu yang disepakati dan mengikat sekelompok orang/ lembaga dalam
rangka mencapai suatu tujuan dalam hidup bersama.
Regulasi adalah
“mengendalikan perilaku manusia atau masyarakat dengan aturan atau pembatasan.”
Regulasi dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, misalnya: pembatasan hukum diumumkan
oleh otoritas pemerintah, regulasi pengaturan diri oleh suatu industri seperti
melalui asosiasi perdagangan, Regulasi sosial (misalnya norma), co-regulasi dan
pasar. Seseorang dapat, mempertimbangkan regulasi dalam tindakan perilaku
misalnya menjatuhkan sanksi (seperti denda).
UU No.19 Tentang Hak Cipta
- bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman etnik/suku bangsa dan budaya serta kekayaan di bidang seni dan sastra dengan pengembangan-pengembangannya yang memerlukan perlindungan Hak Cipta terhadap kekayaan intelektual yang lahir dari keanekaragaman tersebut;
- bahwa Indonesia telah menjadi anggota berbagai konvensi/perjanjian internasional di bidang hak kekayaan intelektual pada umumnya dan Hak Cipta pada khususnya yang memerlukan pengejawantahan lebih lanjut dalam sistem hukum nasionalnya;
- bahwa perkembangan di bidang perdagangan, industri, dan investasi telah sedemikian pesat sehingga memerlukan peningkatan perlindungan bagi Pencipta dan Pemilik Hak Terkait dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat luas;
- bahwa dengan memperhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undangundang Hak Cipta yang ada, dipandang perlu untuk menetapkan Undangundang Hak Cipta yang baru menggantikan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, dibutuhkan Undang-undang tentang Hak Cipta.
Ketentuan Umum
Mengenai ketentuan
Umum pada pasal 1 memiliki beberapa poin diantaranya:
- Hak Cipta merupakan hak eklusif bagi pencipta atau
penerima hak dan melakukan segala hal yang bersangkutan dengan hak cipta tanpa
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku
- Pencipta adalah seorang atau kumpulan orang yang
melahirkan suatu ciptaan atas inspirasinya berdasarkan kemampuan pikiran,
imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam
bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
- Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta yang
menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.
- Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak
Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain
yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.
- Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta,
yaitu hak eksklusif bagi Pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan
pertunjukannya; bagi Produser Rekaman Suara untuk memperbanyak atau menyewakan
karya rekaman suara atau rekaman bunyinya, dan bagi Lembaga Penyiaran untuk
membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya
Lingkup Hak cipta
Lingkup hak cipta
diatur didalam bab 2 mengenai LINGKUP HAK CIPTA pasal 2-28 :
- Ciptaan yang dilindungi (pasal 12), Ciptaan yang
dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang
mencakup: buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis
yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain, ceramah, kuliah, pidato,
dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu, alat peraga yang dibuat untuk
kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa
teks, drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim,
seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni
kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan, arsitektur, peta,
seni batik, fotografi, sinematografi, terjemahan, tafsir, saduran, bunga
rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
- Ciptaan yang tidak ada Hak Cipta (pasal 13), hasil rapat
terbuka lembaga-lembaga Negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan
atau pidato pejabat Pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim atau
keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.
Perlindungan & Pembatasan Hak Cipta
Perlindungan Hak
cipta, Di Indonesia, jangka waktu perlindungan hak cipta secara umum adalah
sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun atau 50 tahun setelah pertama
kali diumumkan atau dipublikasikan atau dibuat, kecuali 20 tahun setelah
pertama kali disiarkan untuk karya siaran, atau tanpa batas waktu untuk hak
moral pencantuman nama pencipta pada ciptaan dan untuk hak cipta yang dipegang
oleh Negara atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama
(UU 19/2002 bab III dan pasal 50).
Pembatasan Hak
cipta, Pembatasan mengenai hak cipta diatur dalam pasal 14, 15, 16 (ayat 1-6),
17, dan 18. Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta
apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan
terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan
sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan ilmu pengetahuan,
kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan
kepentingan yang wajar dari penciptanya. Kepentingan yang wajar dalam hal ini
adalah “kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat
ekonomi atas suatu ciptaan”.
Prosedur Pendaftaran HAKI
Sesuai yang diatur
pada bab IV Undang-undang Hak Cipta pasal 35, pendaftaran hak cipta diselenggarakan
oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI), yang kini
berada di bawah [Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia]. Pencipta atau
pemilik hak cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui
konsultan HKI. Permohonan pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002
pasal 37 ayat 2). Penjelasan prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat
diperoleh di kantor maupun situs webDitjen HKI. "Daftar Umum Ciptaan"
yang mencatat ciptaan-ciptaan terdaftar dikelola oleh Ditjen HKI dandapat
dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya.
Prosedur mengenai
pendaftaran HAKI diatur dalam bab 4, pasal 35-44.
UU No. 36 Tentang Telekomunikasi:
Azas dan Tujuan Telekomunikasi
Telekomunikasi
diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum,
keamanan, kemitraan, etika dan kepercayaan pada diri sendiri. Dalam
menyelenggarakan telekomunikasi memperhatikan dengan sungguh-sungguh asas
pembangunan nasional dengan mengutamakan asas manfaat, asas adil, dan merata,
asas kepastian hukum, dan asas kepercayaan pada diri sendiri, serta
memprhatikan pula asas keamanan, kemitraan, dan etika.
Telekomunikasi
diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa,
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata,
mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan
hubungan antarbangsa. Tujuan penyelenggaraan telekomunikasi yang demikian dapat
dicapai, antara lain, melalui reformasi telekomunikasi untuk meningkatkan
kinerja penyelenggaraan telekomunikasi dalam rangka menghadapi globalisasi,
mempersiapkan sektor telekomunikasi memasuki persaingan usaha yang sehat dan
profesional dengan regulasi yang transparan, serta membuka lebih banyak
kesempatan berusaha bagi pengusaha kecil dan menengah.
Didalam UU no.36
th.1999 terdapat pasal yang menyebutkan tentang azas dan tujuan yaitu terdapat
pada
Pasal 2:
“Telekomunikasi
diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum,
keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri”
Pasal 3:
“Telekomunikasi
diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa,
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata,
mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan
hubungan antarbangsa.”
Penyelenggaraan Telekomunikasi
Dalam rangka
efektivitas pembinaan, pemerintah melakukan koordinasi dengan instansi terkait,
penyelenggara telekomunikasi, dan mengikutsertakan peran masyarakat. Dalam
posisi yang demikian, pelaksanaan pembinaan telekomunikasi yang dilakukan
Pemerintah melibatkan peran serta masyarakat, berupa penyampaian pemikiran dan
pandangan yang berkembang dalam masyarakat mengenai arah pengembangan
pertelekomunikasian dalam rangka penetapan kebijakan, pengaturan, pengendalian
dan pengawasan di bidang telekomunikasi. Setelah mengetahui pasal yang
menyebutkan azas dan tujuan di UU no.36 th.1999 disebutkan juga tentang
penyelenggaraan telekomunikasi yaitu:
Pasal 7:
Ayat1:
“Penyelenggaraan telekomunikasi meliputi :
a) penyelenggaraan jaringan telekomunikasi;
b) penyelenggaraaan jasa telekomunikasi;
c) penyelenggaraan telekomunikasi khusus.”
Dari pasal 7 juga
disebutkan dalam ayat 2:”hal-hal yang diperhatikan dalam penyelenggaraan
telekomunikasi sebagai berikut :
a) melindungi kepentingan dan keamanan negara;
b) mengantisipasi perkembangan teknologi dan tuntutan global;
c) dilakukan secara profesional dan dapat dipertanggungjawabkan;
d) peran serta masyarakat.”
Jadi dalam
penyelenggaraan telekomunikasi dapat dilakukan oleh badan hukum yang didirikan
untuk maksud tersebut berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku
yang dijelaskan pada pasal 8 ayat 1 dan 2:
Ayat 1:
“Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggaraan jasa
telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) huruf a dan huruf b,
dapat dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk maksud tersebut
berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku, yaitu :
a) Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
b) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
c) Badan usaha swasta; atau
d) Koperasi;”
Ayat 2: “Penyelenggaraan
Telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) huruf c,
dapat dilakukan oleh :
a) Perseorangan;
b) Instansi pemerintah ;
c) Badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau
penyelenggara jasa telekomunikasi;”
Penyidikan, Sanksi Administratif dan Ketentuan Pidana
Ada dua belas
ketentuan dalam undang-undang ini yang dapat dikenai sanksi administratif
berupa pencabutan izin, yang dilakukan setelah diberi peringatan tertulis.
Pengenaan sanksi adminsitrasi dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai upaya
pemerintah dalam rangka pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan
telekomunikasi. Keduabelas alasan yang dapat dikenai sanksi administratif itu
adalah terhadap:
- Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi yang tidak memberikan kontribusi dalam pelayanan;
- Penyelenggara telekomunikasi tidak memberikan catatan atau rekaman yang diperlukan pengguna;
- Penyelenggara jaringan telekomunikasi yang tidak menjamin kebebasan penggunanya memilih jaringan telekomunikasi lain untuk pemenuhan kebutuhan telekomunkasi;
- Penyelenggara telekomunikasi yang melakukan kegiatan usaha penyelenggaraan telekomunikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, atau ketertiban umum;
- Penyelenggara jaringan telekomunikasi yang tidak menyediakan interkoneksi apabila diminta oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya;
- Penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi yang tidak membayar biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi yang diambil dari prosesntase pendapatan;
- Penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan sendiri dan keperluan pertahanan keamanan negara yang menyambungkan telekomunikasinya ke jaringan penyelenggara telekomunikasi lainnya
- Penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan penyiaran yang menyambungkan telekomunikasinya ke penyelenggara telekomunikasi lainnya tetapi tidak digunakan untuk keperluan penyiaran;
- Pengguna spektrum frekuensi radio dan orbit satelit yang tidak mendapat izin dari Pemerintah;
- Pengguna spektrum frekuensi radio dan orbit satelit yang tidak sesuai dengan peruntukannya dan yang saling menggaggu.
- Pengguna spektrum frekuensi radio yang tidak membayar biaya penggunaan frekuensi, yang besarannya didasarkan atas penggunaan jenis dan lebar pita frekuensi;
- Pengguna orbit satelit yang tidak membayar biaya hak penggunaan orbit satelit.
Undang-undang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Undang-undang
Informasi dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap
orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum
Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di
luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
RUU tentang informasi dan transaksi Elektronik (ITE)
peraturan lain yang terkait (Peraturan Bank Indonesia tentang internet banking)
Informasi
Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak
terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data
interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy
atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang
telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
memahaminya.
Secara umum,
materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) dibagi menjadi
dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik
dan pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang. Pengaturan mengenai informasi
dan transaksi elektronik mengacu pada beberapa instrumen internasional, seperti
UNCITRAL Model Law on eCommerce dan UNCITRAL Model Law on eSignature. Bagian
ini dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan
masyarakat umumnya guna mendapatkan kepastian hukum dalam melakukan transaksi
elektronik. Beberapa materi yang diatur, antara lain: 1. pengakuan
informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal 5 &
Pasal 6 UU ITE); 2. tanda tangan elektronik (Pasal 11 & Pasal 12 UU ITE);
3. penyelenggaraan sertifikasi elektronik (certification authority, Pasal 13
& Pasal 14 UU ITE); dan 4. penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal 15
& Pasal 16 UU ITE);
Beberapa materi
perbuatan yang dilarang (cybercrimes) yang diatur dalam UU ITE, antara lain: 1.
konten ilegal, yang terdiri dari, antara lain: kesusilaan, perjudian,
penghinaan/pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan (Pasal 27, Pasal 28,
dan Pasal 29 UU ITE); 2. akses ilegal (Pasal 30); 3. intersepsi ilegal (Pasal
31); 4. gangguan terhadap data (data interference, Pasal 32 UU ITE); 5.
gangguan terhadap sistem (system interference, Pasal 33 UU ITE); 6.
penyalahgunaan alat dan perangkat (misuse of device, Pasal 34 UU ITE);
Referensi :
http://id.wikisource.org/wiki/Undang-Undang_Republik_Indonesia_Nomor_19_Tahun_2002
http://www.scribd.com/doc/52742011/Pengertian-dan-Ketentuan-umum-Hak-Cipta1
http://notaris-sidoarjo.blogspot.com/p/cara-pendaftaran-hak-atas-kekayaan.html
http://www.apjii.or.id/uu36